Terkait dengan gelaran Indonesia Industri Outlook 2021 #IIO2021 yang digelar Inventure awal bulan November lalu, saya melakukan serangkaian riset untuk mengetahui pergeseran besar konsumen (consumer megashift) yang diakibatkan oleh pandemi.
Survei yang saya lakukan di bulan September 2020 tersebut istimewa, karena berbeda dengan survei pasar pada umumnya, survai ini saya rancang untuk mengetahui preferensi konsumen setelah vaksin diproduksi dan didistribusikan ke masyarakat. Artinya konsumen sudah mendapatkan sinyal positif bakal berakhirnya pandemi.
Seperti diketahui, awal tahun depan Bio Farma sudah berencana memproduksi dan mendistribusikan vaksin COVID-19. Kehadiran vaksin ini penting karena akan mengubah keseluruhan sentimen masyarakat mengenai prospek berakhirnya pandemi dan menggeliatnya kembali perekonomian.
Kehadiran vaksin akan mendongkrak sentimen positif konsumen sehingga mereka akan konfiden mengenai prospek perekonomian. Meningkatnya convidence level inilah yang mendorong mereka untuk berbelanja dan meningkatkan konsumsi. Ketika konsumsi mulai menggeliat maka inilah awal dari menggeliatnya perekonomian secara keseluruhan.
Untuk mendapatkan gambaran mengenai sentimen konsumen dalam memasuki tahun baru 2021 itulah saya melakukan survei terhadap 1121 responden di seluruh Indonesia. Hasil survei ini akan saya share ke para pembaca dalam beberapa tulisan ke depan. Untuk minggu ini saya akan memulainya dengan melihat optimisme konsumen Indonesia.
Resesi yang diakibatkan oleh COVID-19 rupanya berdampak pada kondisi keuangan konsumen. Untuk mengetahui kondisi keuangan konsumen ini saya mencoba meninjaunya dari 4 pilar keuangan rumah tangga yaitu: pendapatan (income), pengeluaran (spending), tabungan (saving), dan investasi (investing).
Pertanyaannya, bagaimana kondisi income, spending, saving, dan investing keluarga Indonesia di masa pandemi?

Pertama-tama adalah pendapatan. Dengan adanya layoff dan ekonomi yang sulit, wajar jika pendapatan keluarga mengalami penurunan. Dari seluruh responden yang saya survei, sekitar 67,6% mengatakan bahwa pendapatan mereka cenderung berkurang selama pandemi.
Dari sisi pengeluaran, komposisinya secara umum berimbang antara pengeluaran mereka turun, sama saja, dan naik selama pandemi. Angkanya berkisar 30% terbagi merata antara mereka yang mengatakan naik, sama saja, dan mengalami penurunan.
Menariknya, kalau di awal-awal pandemi lalu jumlah tabungan masyarakat cenderung meningkat karena mereka menekan pengeluaran untuk ditabung sebagai dana cadangan menghadapi ketidakmenentuan ekonomi. Namun setelah krisis berjalan 6-7 bulan mereka mulai mengatakan bahwa jumlah tabungan dan investasi mereka mulai menurun. Angkanya cukup besar masing-masing: 49% dan 58%.
Hal ini mengindikasikan bahwa pengaruh krisis pandemi di akhir-akhir tahun 2020 ini semakin dalam dan dirasakan masyarakat. Menurunya jumlah tabungan ini mengindikasikan bahwa setelah krisis berjalan cukup lama, mereka mulai “makan tabungan”. Artinya, ketika pendapatan tak bisa diharapkan, maka terpaksa mereka mulai mengambil uang tabungan untuk menutupi pengeluaran yang ada.
Namun menariknya lagi, meskipun pendapatan masyarakat Indonesia mengalami penurunan, namun mereka tetap optimis mengenai prospek pemulihan ekonomi. Ini tentu saja merupakan pertanda positif.
Ketika ditanya kapan krisis pandemi ini bakal berakhir, hampir 50% mengatakan optimis bahwa pandemi akan berakhir di akhir tahun 2020 dan hampir 30% mengatakan pertengahan tahun 2021. Angka yang cukup besar ini mengindikasikan bahwa konsumen Indonesia yakin krisis bakal segera berakhir.
Menariknya lagi, jika ditanya kapan kondisi keuangan mereka akan kembali normal, maka jawaban mereka tak kalah optimis. Sekitar 51% responden mengatakan bahwa kondisi keuangan mereka akan kembali normal pada akhir tahun 2021 dan hampir 30% mengatakan di pertengahan 2021.

Temuan ini barangkali tak begitu mengagetkan kalau kita mengamati perkembangan keseharian yang terjadi di masyarakat beberapa minggu terakhir.
Dalam beberapa minggu ini saya mengamati kondisi lalu-lintas di jalan-jalan, kesibukan pasar-pasar, orang berbelanja di toko-toko, atau orang makan di warung dan resto, kondisinya mulai terlihat ramai dan sibuk. Sekilas tak terlihat lagi kondisi krisis seperti yang terjadi di awal-awal pandemi saat kebijakan PSBB diberlakukan.Mudah-mudahan ini pertanda bagus mulai menggeliatnya perekonomian Indonesia.