Quantcast
Channel: yuswohady.com
Viewing all articles
Browse latest Browse all 363

2014: Menyalip di Tikungan

$
0
0

Tahun 2014 yang akan segera kita masuki adalah tahun yang penuh ranjau. Di bidang politik kita tahu Pemilu (lengkap dengan money politic-nya) bakal memicu instabilitas dan gerahnya suhu politik nasional. Dengan kondisi yang kurang menentu, pelaku bisnis akan cenderung “wait and see” untuk mengurangi risiko usaha, setidaknya hingga akhir tahun.

Di bidang ekonomi ranjaunya tak kalah gawat. Kita tahu rupiah terus terjun bebas, hingga akhir tahun ini sudah menembus ambang batas Rp.12.000. Biangnya struktural, karena impor kita yang jauh lebih perkasa ketimbang ekspor. Sudah 27 bulan kita mengalami defisit neraca transaksi berjalan (saat ini 3,78% dari PDB), sebuah rekor dalam sejarah perekonomian Tanah Air. Celakanya, perekonomian AS kian menggeliat (AS mulai meluncurkan kebijakan tappering off) sehingga dolar kian kokoh.

Untuk merespons melemahnya rupiah, BI rate pun terus didongkrak, setidaknya hingga ke level 8% tahun depan. Kalau sudah demikian maka semua sektor industri akan terpukul. Ekspansi kredit akan diredam dan pertumbuhan ekonomi tak seperkasa tahun-tahun sebelumnya (diperkirakan tak sampai 6%). Itu artinya, tahun depan adalah tahun pengencangan ikat pinggang. Tahun prihatin. Tahun tiarap bagi para pebisnis.

Bagaimana menghadapi tahun depan yang bakal diwarnai ketidakmenentuan (uncertainty) dan dihantui pelemahan ekonomi (economic downturn)? Ketika gambaran bisnis tahun depan demikian suram, pertanyaannya, apakah kita para marketer harus ikutan suram dan pesimis? No way! Berikut ini adalah kiat-kiat untuk survive di tahun depan.

Paradox Thinking
Di tengah kondisi bisnis yang penuh risiko saya justru menganjurkan para marketer untuk berani take risk dengan berpikir terbalik (paradox thinking), alias berpikir berlawanan dengan arus pemikiran yang diambil oleh kebanyakan pemain lain.

Maksudnya, kalau para pemain lain cenderung “wait and see” menghadapi kondisi bisnis yang tak menentu akibat gerah politik, Anda justru harus proaktif merespons pasar dengan gerakan-gerakan yang agresif dan menggebrak pasar. Kalau pemain lain cenderung tiarap, mengurangi bujet pemasaran untuk menghindari risiko, Anda justru menaikkan bujet untuk memanfaatkan momentum pasar yang sedang sepi oleh gerak pesaing. Ingat, gerakan Anda yang agresif di tengah pemain lain yang diam akan menghasilkan dampak kinerja yang jauh lebih impactful.

Kalau dianalogikan dengan balapan MotoGP di sirkuit, saya menggambarkan tahun 2014 sebagai “tahun di tikungan” yang penuh risiko. Ketika umumnya pemain bermain aman dengan mengerem laju kendaraan, kita justru ngegas agar bisa menyalip pesaing di tikungan. Ingat, pembalap umumnya bisa menyalip pesaing bebuyutannya justru ketika berada di tikungan, bukan di jalanan sirkuit yang lurus.

Low Budget, High Impact
Ketika keadaan serba sulit, maka efektivitas/produktivitas kampanye pemasaran menjadi demikian krusial untuk memenangkan persaingan. Karena itu setiap rupiah yang Anda keluarkan untuk membangun strategi haruslah menghasilkan dampak yang powerful. Karena itu kreativitas untuk menghasilkan program-program pemasaran yang low budget high impact menjadi faktor penentu kemenangan.

Berbicara mengenai low budget high impact, maka marketer harus mengusung konsep program yang nyleneh dan out of the box, dengan memanfaatkan media-media yang murah (owned dan earned media) seperti media sosial, komunitas, atau digital. Karena itu di tahun depan, konsep kampanye pemasaran yang berbasis word of mouth (WOM), buzz, atau viral di media sosial akan marak dan menjadi pilihan yang kian diminati marketer.

Melihat kenyataan ini saya berharap tahun 2014 merupakan momentum penting bergesernya orientasi marketer kita dari promosi menggunakan paid media (TV, koran, billboard) yang mahal, ke owned/earned media (website, blog, Twitter, Facebook, mobile site) yang lebih murah dan efektif.

Value for Money
Di tengah kondisi ekonomi yang sulit (rupiah melemah, BBM naik, inflasi tinggi, harga-harga naik, gaji jalan di tempat), maka daya beli konsumen akan kian tergerus. Kalau sudah demikian, maka konsumen akan mengurangi konsumsi atau bergeser membeli merek-merek yang lebih murah dengan kualitas yang lebih rendah (brand shifting). Ini adalah perubahan perilaku konsumen yang umum terjadi ketika ekonomi sedang lesu dan dirundung resesi.

Dalam kondisi seperti itu, maka konsep value for money menjadi senjata ampuh untuk memenangkan hati konsumen. Ketika kondisi ekonomi sulit, maka konsumen menjadi lebih rasional dan kian njlimet membandingkan fitur/manfaat produk dengan harga yang ditawarkan. Mereka akan memilih produk yang memberikan best value, yaitu produk yang memberikan manfaat tertinggi dengan harga termurah (yup, midnight sale atau late nite sale bakal tambah marak nih!).

Karena itu, mulai saat ini para marketer harus memeras otak untuk menghasilkan value formula terbaik untuk dapat menaklukkan hati konsumen yang sangat value-oriented di atas. Anda harus agresif menciptakan varian produk/layanan baru yang memberikan best value kepada konsumen yang sudah berubah tersebut.

Mari kita masuki “tahun di tikungan” dengan semangat empat lima! Manfaatkan dengan cerdas setiap “tikungan” yang ada untuk menyalip pesaing bebuyutan Anda. Selamat tahun baru 2014.


Viewing all articles
Browse latest Browse all 363

Trending Articles